Minggu, 08 Februari 2015

Kebudayaan Sulawesi Utara

KEBUDAYAAN 
SULAWESI
UTARA




Daftar isi
Cover
Peta sulawesi utara
Daftar isi
Bab 1 pendahuluan
Sejarah
Luas wilayah dan Jumlah penduduk
Kepala daerah tahun 2014
Bab 2 isi
1. sistem peralatan hidup
2.sistem kekerabatan
3.sistem mata pencaharian
4. bahasa
5. kesenian
6. sistem religi
2.7. Adat Istiadat Sulawesi Utara
Bab 3 penutup
Kesimpulan
Saran
Daftar pustaka


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Sejarah
Provinsi Sulawesi Utara adalah wilayah provinsi di ujung utara Pulau Sulawesi, berbatasan langsung dengan Negara Filipina.  Provinsi ini memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum ditetapkan menjadi Provinsi Daerah Tingkat I.  Dalam sejarah pemerintahannya, daerah ini beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.
Pada permulaan Kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi yg beribukota Makassar dengan Gubernur yaitu DR.GSSJ Ratulangi.  Kemudian sejalan dengan pemekaran administrasi pemerintahan daerah-daerah di Indonesia, maka melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 Propinsi Sulawesi dibagi menjadi dua propinsi administratif yaitu Propinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Propinsi Sulawesi Utara-Tengah.  Untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan maka AA Baramuli SH ditunjuk menjadi Gubernus Sulutteng berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor.122/M Tahun 1960 tanggal 31 Maret 1960, sementara Letkol FJ Tumbelaka menjadi wakil Gubernur.
Sembilan bulan kemudian Propinsi Administratif Sulawesi Utara-Tengah ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1960. Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi; Kotapradja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing; Sangihe Talaud, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Minahasa, Buol Toli-Toli, Donggala, Daerah Tingkat II Poso, Luwuk/ Banggai. Sementara itu, DPRD Propinsi Sulawesi Utara-Tengah baru terbentuk pada tanggal 26 Desember 1961.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 Pemerintah menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dengan menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom  Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya.  Adapun FJ Tumbelaka ditunjuk menjadi  gubernur pertamanya.  Sejak saat itu, secara de facto Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari Utara ke Selatan Barat Daya, dari Pulau Miangas di ujung utara Kabupaten Sangihe Talaud sampai Molosipat di bagian Barat Kabupaten Gorontalo.  Momentum diundangkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara.  Adapun daerah tingkat II yang masuk dalam wilayah Sulawesi Utara yaitu; Kotamadya Manado, Kota Madya Gorontalo, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Sangihe Talaud.
Selanjutnya, seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka melalui Undang-undang No. 38 tahun 2000 dibentuk Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari  provinsi Sulawesi Utara.  Dengan adanya pemekaran tersebut maka wilayah Sulawesi Utara pun berubah menjadi Kota Manado, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Sangihe dan Talaud dan Kab. Bolaang Mongondow. Lalu berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2002, provinsi Sulawesi Utara ketambahan satu kabupaten lagi yaitu Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan hasil pemekaran Kabupaten Sangihe Talaud.
Sekitar setahun berikutnya, dibentuk Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-undang No.10 Tahun 2003 serta Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-Undang No. 33  Tahun 2003.  Ketiga kabupaten tersebut merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Minahasa.  Kemudian pada tahun 2007 ketambahan lagi 4 lagi kabupaten/kota yakni Kota Kotamobagu (berdasarkan UU No. 4 Tahun 2007), Kab. Minahasa Tenggara (UU No. 9 Tahun 2007), Kab. Bolaangmongondow Utara (UU No. 10 Tahun 2007), serta Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, dan Bintaro atau disingkan Kabupaten Sitaro (UU No. 15 Tahun 2007).  Dan pada tahun 2008 terbentuk pula dua kabupaten baru, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan UU No. 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2008.  Keduanya merupakan pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow.
Dari beberapa kali  pemekaran tersebut, saat ini Provinsi Sulawesi Utara memiliki 15 kabupaten/kota  dengan total luas wilayah 15.364,08 km2 dan jumlah penduduk pada 2010 sebanyak 2.270.596 jiwa (sumber: http://www.sulut.bps.go.id).   Adapun ke-15 kabupaten/kota tersebut adalah sebagai berikut :
Kabupaten Bolaang Mongondow , ibukotanya Lolak
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, ibukotanya Boroko
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, ibukotanya Molibagu
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, ibukotanya Tutuyan
Kabupaten Minahasa, ibukotanya Tondano
Kabupaten Minahasa Selatan, ibukotanya Amurang
Kabupaten Minahasa Utara, ibukotanya Airmadidi
Kabuopaten Minahasa Tenggara, ibukotanya Ratahan
Kabupaten Sangihe, ibukotanya Tahuna
Kabupaten Talaud, ibokotanya Melonguane
Kabupaten Sitaro, ibukotanya Ondong Siau
Kota Manado
Kota Bitung
Kota Tomohon
Kota Kotamobagu
Adapun gubernur yanga pernah memimpin Provinsi Sulawesi sejak berdiri pada tahun 1964 adalah sebagai berikut :
F.J.Tumbelaka (Pj.Gubernur 1964-1965)
Soenandar Prijosoedarmo (Pj.Gubernur 1965-1966)
Abdullah Amu (Pj.Gubernur 1966 – 1967)
H.V. Worang (1967 – 1978)
Willy Lasut.G.A (1978-1979)
Erman Harirustaman (Pj.Gubernur 1979-1980)
G.H. Mantik (1980-1985)
C.J. Rantung (1985-1990)
E.E.Mangindaan (1995-2000)
Drs. A.J. Sondakh (2000-2005)
Ir. Lucky H. Korah, MSi (Pj. Gubernur 2005)
Drs. Sinyo Harry Sarundajang (2005-2010 dan 2010 – sekarang).
Sementara yang pernah menduduki posisi Wakil Gubernur yaitu;
Drs. Abdullah Mokoginta (1985-1991)
A. Nadjamuddin (1991-1996)
J. B. Wenas (Wagub Bidang Pemerintahan dan Kesra, 1997-2000)
Prof. Dr. Hi. H. A. Nusi, DSPA (Wagub Bidang Ekonomi dan Pembangunan, 1998-2000 )
Freddy H. Sualang (2000-2005 dan 2005-2010)
Drs Djouhari Kansil MPd  (2010 – sekarang).
1.2 Luas wilayah dan jumlah penduduk
Nama Resmi :Provinsi Sulawesi UtaraIbukota :Manado Luas Wilayah :13.851,64 Km2  *)Jumlah Penduduk :2.422.345 Jiwa   *)Suku Bangsa:Bolaang Mongondow, Minahasa, Sangihe Talaud.Agama:Islam : 617.059 jiwa, Kristen Protestan: 1.371.113 jiwa, Katholik : 128.529 jiwa, Budha :  11.646 jiwa, Hindu : 28.05 jiwa.Wilayah Administrasi:Kab.:11,  Kota : 4,
Kec.: 156, Kel.: 327,  Desa : 1.307  *)Lagu Daerah:Si Patokan, O Ina KekeWebsite::http://www.Sulut.go.id
1.3 Kepala daerahnya tahun 2014
Drs. Sinyo Harry Sarundajang (lahir di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara, 16 Januari 1945; umur 69 tahun) adalah Gubernur Sulawesi Utara saat ini yang menjabat sejak tahun 2005. Pada pemilihan Kepala Daerah Sulawesi Utara 2005-2010, ia berpasangan dengan Freddy Harry Sualang. Pada pemilihan Kepala Daerah Sulawesi Utara 2010-2015, ia berpasangan dengan Djouhari Kansil.
Drs. Sinyo Harry Sarundajang
Pendidikan
1957 SD Ricosuk Sesdiet Sorong
1960 SMP Tomohon
1964 SMA Kawangkoan
1968 Sarjana Muda Administrasi Negara FISIP UNSRAT
1970 Sarjana Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
1972 S2 Administrasi Perancis
1986 SESPANAS Angkatan V
2000 Lemhanas KSA VIII
2011 Doktor ilmu politik UGM
2012 Doktor honoris causa bidang perdamaian UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Jabatan
1974 Kasubdit Kampol pada Direktorat Sospol Dati I Sulut
1977 Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi Sulawesi Utara
1978 Pj. Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten Minahasa
1981 Kepala Biro Penyelenggaran Pemilu Provinsi Sulawesi Utara
1981 Pj. Kepala Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Utara
1983 Sekretaris Daerah Kabupaten Minahasa
1986 Walikota Kota Administratif Bitung
1990 Pj. Walikotamadya Bitung
1991-2000 Walikota Bitung
2000 Pj. Gubernur Maluku
2000 Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Strategis
2000 Ketua Harian KAPET
2001-2005 Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri
2002 Pj. Gubernur Maluku Utara
2005 - Gubernur Sulawesi Utara
2009 - 2010 Pj. Walikota Manado



BAB 2 ISI
2.1 Sejarah Kebudayaan Sulawesi Utara
Provins Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada paling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Pada permulaan Kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian iaitu, Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Gabenor pertama Provinsi Sulawesi Utara-Tengah adalah MR. A.A. Baramuli dan Wakil Gabenor Latkol F.J. Tumbelaka. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah adalah Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso dan Luwuk/Banggai. Pada tanggal 23 September 1964, di saat Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dengan menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daearh Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Sejak saat itu, secara de facto Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari Utara ke Selatan Barat Daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai Molosipat di bagian Barat Kabupaten Gorontalo.
Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadya, iaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
Selanjutnya seiring dengan Nuansa Reformasi dan Otonomi Daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi [Sulawesi Utara malalui Undang-Undang No. 38 Tahun 2000. Pada tahun 2002 dan 2003 Provinsi Sulawesi Utara ketambahan Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2002 yang merupakan hasil pemekaran Kabupaten Sangihe dan Talaud dan Undang-Undang Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2003 serta berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2003 terbentuk juga Kabupaten Minahasa Utara. Ketiga daerah tersebut adalah hasil pemekaran Kabupaten Minahasa. Akibat adanya pemekaran Provinsi Gorontalo dan ketambahan Kabupaten dan Kota, maka Provinsi Sulawesi Utara menjadi delapan wilayah administrasi Kabupaten/Kota, masing-masing :
a.    Kabupaten Bolaang Mongondow
b.    Kabupaten Minahasa
c.    Kabupaten Sangihe
d.   Kabupaten Talaud
e.    Kabupaten Minahasa Selatan
f.     Kabupaten Minahasa Utara
g.    Kota Manado
h.    Kota Bitung
i.      Kota Tomohon
Daerah-Daerah Dan Bandar-Bandar Di Sulawesi Utara
a)    Daerah Minahasa
b)   Daerah Minahasa Utara
c)    Daerah Minahasa Selatan
d)   Daerah Bolaang Mongondow
e)    Daerah Kepulauan Sangihe
f)    Daerah Kepulauan Talaud
g)   Bandar Manado
h)   Bandar Bitung
i)     Bandar Tomohon
2.2. Sistem peralatan hidup
2.2.1 Pakaian Adat Sulawesi Utara
Pakaian adat dari Sulawesi Utara sering disebut dengan pakaian Sangihe.Pakaian adat suku bangsa Sangihe Talaud sejak dulu menggunakan bahan serat kofo.Kofo atau fami manila adalah sejenis pohon pisang yang banyak tumbuh di daerah Sangihe talaud yang berikim tropis Seratnya diambil untuk menghasilkan benang kofo.Benang kofo ditenun dengan alat tenun yang disebut “kahuwang”.Pakaian adapt Sangihe Talaud disebut “laku tepu”.Laku artinya pakaian ,sedang tepu artinya agak sempit,maksudnya pakaian yang bagian lehernya agak sempit atau tidak terbuka.
Busana Wanita. Laku tepu yang bentuknya memanjang dari leher sampai di betis ,merupakan baju terusan terbuat kain kofo.Pada bagian leher terdapat lipatan berbentuk segitiga atau huruf V,sebesar ukuran kepala agar mudah memakainya. Kahiwu atau kain sarung.Kahiwu juga dibuat dari kain kofo,merupakan pelapis bagian dalam yang diikat dipinggang.Kahiwu mempunyai lipatan seperti kain(wiron)terletak agak kekiri disebut “leiwade”.Lipatan untuk rakyat biasa berjumlah 5 lipatan dan untuk bangsawan 7 atau 9 lipatan.Bandang.Bandang ialah selembar kain kofo yang berukuran panjang 1,5 meter dengan lebar kira-kira 5 sentimeter.Pemakaiannya diletakkan di bahu kanan dan ujungnya diikat pada pinggang sebelah kiri.Bandang digunakan oleh wanita biasa,sedangkan wanita keturunan bangsawan menggunakan“kaduku atau animating” ,adalah selembar kain kofo dengan ukuran yang sama seperti bandang,hanya perbedaannya tergantung dari cara mengikat.Kaduka atau animating kegunaannya untuk memperindah Laku Tepu dan melambangkan derajat sosial masyarakat. Boto Pusige (konde) atau sanggul Pusige artinya ubun-ubun kepala.Boto Pusige artinya sanggul yang terletak pada ubun-ubun kepala wanita.Sanggul ini biasanya dibuat dari rambut wanita sendiri diatas kepala.Semakin tinggi Boto Pusige semakin indah. Untuk menjaga agar Boto Pusige tetap kuat digunakan Sasusu Boto (tusuk Konde) yang ditusukkan dari sebelah kanan sampai kiri.
Busana Pria. Pakaian laki-laki juga disebut Laku Tepu,perbedaannya bagian lehernya berbentuk setengah lingkaran,berlengan panjang dan panjang pakain sampai ketumit.Laku tepu yang panjang berfungsi menutupi tubuh,melambangkan keagungan masyarakat Sangihe Talaud.Paporong atau pengikat kepala menggunakan bahan dari kain kofo dengan ukuran 1 kali 1 meter.Paporong dibentuk segitiga sama sisi,alasnya dilipat tiga kali dengan lebar 3 sampai 5 sentimeter.Paporong diikat pada bagian kepala menutupidahi.Paporong untuk laki-laki disebut paporong lingkaheng dan untuk keturunan bangsawan disebut paporong Kawawantuge.Popehe(pengikat pinggang), bahan dari kofo ukuran 1,5 sentimeter panjang dan lebar 5 cm.Popehe diikat pada pinggang pengantin pria pada sebelah kiri dan ujungnya terurai kebawah.Fungsinya memperindah laku tepu sekalgus mengatur Laku Tepu apabila kepanjangan dapat diatur dengan menarik keatas.Popehe juga memiliki makna membangkitkan semangat dalam melaksanakan tugas ataupun mengatasi berbagai rintangan.
2.2.2 Senjata Adat Sulawesi Utara
Senjata Tradisional : Keris, Peda, Sabel
2.2.3 Makanan Adat Sulawesi Utara
Resep ikan mas bumbu woku
2.2.4 Rumah Adat Sulawesi Utara
Rumah adat suku Minahasa dari Provinsi Sulawesi Utara  disebut Rumah Pewaris  atau Walewangkoa.
Rumah ini merupakan rumah panggung yang dibangun di atas tiang dan balok-balok yang di antaranya terdapat balok-balok yang tidak boleh disambung.
Rumah Pewaris memiliki 2 buah tangga. Letaknya di sisi kiri dan kanan bagian depan rumah. Eh, kok ada 2 tangga, sih?
Hmm.. konon, kalau ada roh jahat yang naik dari salah satu tangga, maka ia akan kembali turun di tangga sebelahnya. Hihihi.. benar, nggak sih?
Asal kamu tahu saja, seluruh rumah terbuat dari kayu, lho!  Dulunya, rumah adat Minahasa ini hanya terdiri dari satu ruangan saja. Kalau pun harus dipisahkan, biasanya hanya dibentangkan tali rotan atau tali ijuk saja, yang kemudian digantungkan tikar.
Sekarang ini, Rumah Pewaris  memiliki beberapa ruang. Misalnya, Setup Emperan  yang digunakan untuk menerima tamu.
2.3 Sistem kekerabatan
Berikut adalah sistem kekerabatan di masyarakat Karo atau sering disebutDaliken Sitelu atau Rakut Sitelu. Tulisan ini disadur dari makalah berjudul “Daliken Si Telu dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo : Kajian Sistem Pengendalian Sosial” oleh Drs. Pertampilan Brahmana, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak). Lalu Rakut Siteluberarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagaisangkep nggeluh (kelengkapan hidup).
Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, konsep ini tidak hanya ada pada masyarakat Karo, tetapi juga ada dalam masyarakat Toba dan Mandailing dengan istilah Dalihan Na Tolu juga masyarakat NTT dengan istilah Lika Telo
Unsur Daliken Sitelu ini adalah
Kalimbubu (Hula-hula (Toba), Mora (Mandailing))
Sembuyak/Senina (Dongan sabutuha (Toba), Kahanggi(Mandailing))
Anak Beru (Boru (Toba, Mandailing))
Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai kalimbubu,senina/sembuyak, anakberu, tergantung pada situasi dan kondisi saat itu.
KalimbubuKalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hatikalimbubu sangat dicela.
Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikankalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
Oleh Darwan Prints, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat undang-undang.
Kalimbubu dapat dibagi atas 2:
Kalimbubu berdasarkan tutur
Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok keluarga pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.
Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongankalimbubu yang ikut mendirikan kampung. Statuskalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun. Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.
Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)
Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.
Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.
Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalur senina darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya berada pada golongan kalimbubuego, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok subclan kalimbubu ego.
Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongankalimbubu ini berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.
Ada pun hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo
Dihormati oleh anakberunya
Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya
Tugas dan kewajiban dari kalimbubu
Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya
Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih
Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga
Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam acara-acara adat
Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah seorang anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini disebut Kalimbubu Simada Dareh.
Pada dasarnya setiap ego Karo, baik yang belum menikah pun mempunyai kalimbubu, minimal kalimbubu si mada dareh. Kemudian bila ego (pria) menikah berdasarkan adat Karo, dia mendapat kalimbubu si erkimbang
Anak Beru Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Oleh Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif, kekuasaan peradilan. Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.
Anakberu dapat dibagi atas 2:
Anakberu berdasarkan tutur
Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang secara bertingkat terus menerusminimal tiga generasi.
Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung selesai didirikan.
Anakberu berdasarkan kekerabatan
Anakberu Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh Baka artinya orang yang langsung boleh mengambil barang simpanankalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya. Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
Anakberu Menteri adalah anakberu darianakberu. Fungsinya menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepadakalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.
Anakberu Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting. Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih lanjut tugas-tugasnya antara lain
Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat.
Menyiapkan hidangan pada pesta.
Menyiapkan peralatan yang diperlukan pesta.
Menanggulangi sementara semua biaya pesta.
Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui harta benda kalimbubunya.
Menjadwal pertemuan keluarga.
Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya berduka cita.
Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat) bagi kalimbubunya.
Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,
Anakberu berhak untuk
Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak menolak.
Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau, pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.
Selain itu juga karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan kemurahan hati dengan
Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.
Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena pihak kalimbubu adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri di sekeliling desanya).
Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungankekerabatan yang sudah terjalin.
Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.
Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.
Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepadaanakberunya adalah
Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak. Maksudnya, bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihakanakberu. Dalam bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.
Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda, untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi kewibawaan martabatkalimbubunya.
Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk mendirikan teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikankalimbubunya. Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh, pemberiannya bertujuan agar pekerjaankalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh penerimanya. Dalam pengertian lain dalam acara-acara adat di dalam keluarga kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut, mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun, maka anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan keluarga dari anakberuyang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.
Senina/SembuyakHubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang berdasarkan kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :
Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena satu clan (merga).
Senina berdasarkan kekerabatan
Senina Siparibanen, perkerabatan karena istri saling bersaudara.
Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan) ibu) yang sama.
Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
Senina Secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena suami mereka sesubclan (bersembuyak).
Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya adalah sebagai sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama dengan saudara kandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian
Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen(merga).
Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.
Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.
Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
2.4. Sistem mata pencaharian
Struktur ekonomi provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 ini didominasi oleh sektor pertanian dengan peranan sebesar 20,29 pesen, diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 17,06 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 16,15 persen, sektor bangunan 16,13 persen, sektor angkutan dan komunikasi 9,77 persen serta sektor industri pengolahan 8,88 persen, untuk sektor lain peranannya tehadap perekonomian Sulawesi Utara di bawah 4 persen. Seiring dengan perekonomian Sulawesi Utara, PDBR perkapita mengalami peningkatan secara signifikan, dimana untuk tahun 2004 sebesar 5,84 juta rupiah di tahun 2005.
2.5 Bahasa
Penduduk Sulawesi Utara terdiri atas 3 etnis dan bahasa yang berbeda-beda, yaitu :
Suku Minahasa
(Toulor, Tombolu, Tonsea, Tontenboan, Tonsawang, Ponosokan, dan Batik)
Suku Sangine dan Talaud
(Sangie Besar, Siau, Talaud)
Suku Bolaang Mongindow
(Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang)
Walaupun demikian,Bahasa Indonesia digunakan dan dimengerti
dengan baik oleh sebagian besar penduduk Sulawesi Utara didominisi oleh :
       -Suku Minahasa (33,2%)
       -Suku Sangir (19,8%)
       -Suku Bolaang Mangondow (11,3%)
       -Suku Gorontalo (7,4%)
       -Suku Totemboan (6,8%)
Bahasa daerah Manado menyerupai Bahasa Indonesia tapi denganlogat yang khas.
Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari Bahasa Belanda dan Portugis karena daerah ini merupakan wilayah jajahan Belanda dan Portugis.
2.6. Kesenian
Pada era modern seperti pada saat ini,musik merupakan salah satu pelepas penak disela-sela aktivitas kita.Perkembangan musikpun pada saat ini sangat terasa,apalagi dengan bermunculannya aliran-aliran musik yang baru dan lebih modern.Yang kita bisa lihat sekarang yaitu adanya boyband dan girlband yang memadukan musik RnB dengan gerakan tubuh yang inovatif dan kreatif.
Namun dengan perkembangan musik saat ini seakan menghilangkan kesenian musik juga tari-tarian yang ada dinegara bahkan lebih khusus yang ada didaerah kita Sulawesi Utara.Jika ini terus berlangsung mungkin anak dan cucu kita tidak bisa lagi merasakan dan melihat kesenian musik juga tari-tarian yang ada di Sulawesi Utara.   Untuk itu saya menulis artikel ini untuk mengingat bahwa kita memiliki kesenian musik dan tari-tarian tradisional yang sebenarnya tidak kalah dengan yang ada pada zaman ini.SENI MUSIK   Seni musik terdiri atas tiga jenis yakni musik vokal, musik instrumen, dan gabungan musik vokal dan instrumen.Pada bagian ini dikemukakan profil musik instrumental tradisional di Sulawesi Utara.1. Musik Bambu Seng Klarinet.
Musik bambu seng klarinet termasuk alat musik tiup.Dan musik bambu tersebut telah berkembang.Perkembangannya adalah meliputi bahan baku ditambah dengan seng dan tembaga.Sedangkan alatnya berkembang klarinet,tambur dan lain-lain.Musik bambu seng klarinet dimainkan oleh sekitar 40 orang dan dipakai sebagai hiburan masyarakat,  
pengiring pengantin, penjemput tamu, pengiring tari, bahkan mengisi acara upacara adat.
Kolintang.
Kolintang merupakan jenis alat
musik yang dimainkan dengan cara di pukul menggunakan kayu.Kolintangpun sering disebut-sebut sebagai salah satu alat musik kebanggaan Sulawesi Utara,dan pernah mendapatkan pengakuan dari salah satu komponis ternam jepang Kitaro.
Kolintang sendiri terbuat dari kayu cempaka atau sejenisnya, sering dipakai
untuk pagelaran serta pengisi upacara resmi,dan dimainkan oleh sekitar 7 orang
SENI TARI
Seni tari digolongkan menjadi tiga yaitu tari-tarian tradisional, tari-tarian tradisional kreasi baru,dan tari-tarian kreasi baru.Dan yang akan dibahas pada bagian ini akan diambil dari tari-tarian tradisional.
Tari Maengket
Istilah Maengket diambil dari kata Ma-yang artinya"sedang melaksanakan"dan Engket yang adalah angket suara menyanyikan duluan.Maengket merupakan tradisi-tradisi masyarakat yang selalu dilaksanakan pada upacara-upacara antara lain Makamberu,Maramba',dan Lalayaan.Maengket sendiri diiringi iringan tambor(gong kecil),dengan mengenakan pakaia daerah minahasa,rambut dikonde pingkan dan dipimpin oleh seorang kapel yang anggotanya berpasang-pasangan pria dan wanita(kurang
lebih 10 pasang) dan dipakai untuk penyambutan,acara pernikahan ,dll.Dengan melihat artikel ini,marilah kita tunas-tunas bangsa senantiasa melestarikan budaya yang ada,khususnya yang ada di Sulawesi Utara .
2.6. Sistem religi
Mayoritas penduduk disana beragama Kristen dan Katolik. Sejumlah besar gereja dapat ditemui di seantero kota. Meski demikian, masyarakat Manado terkenal sangat toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya Kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Hal itu tercemin dari semboyan masyarakat sekitar yaitu Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara).

Daftar Pustaka
https://acsujabodetabek.wordpress.com/2012/03/09/sejarah-sulawesi-utara/
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/71/sulawesi-utara
http://id.wikipedia.org/wiki/Sinyo_Harry_Sarundajang
http://abdulhadielyamani.blogspot.com/2013/02/makalah-kebudayaan-sulawesi-utara.html
http://wikanpre.wordpress.com/2011/04/08/peta-perekonomian-daerah-sulawesi/
http://zchristoph.blogspot.com/2012/10/seni-musik-dan-tari-tradisional.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar