BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah
Provinsi Jawa Timur
Dalam
perjalanan sejarah bangsa, proses pembentukan struktur pemerintahan dan
kewilayahan Jawa Timur ternyata memiliki perjalanan sangat panjang. Dari
sumber-sumber epigrafis dalam bentuk tertulis (Prasasti Dinoyo) diketahui bahwa
sejak abad VIII, tepatnya tahun 760 di Jawa Timur telah muncul suatu satuan
pemerintahan; Kerajaan Kanjuruhan di Malang, dengan status yang sampai kini
masih diperdebatkan.
Pada
abad X, Jawa Timur menapaki fase baru, Jawa Timur yang semula merupakan wilayah
pinggiran dari Kerajaan Mataram Kuno Jawa Tengah, kemudian mendapatkan momentum
sebagai pusat kekuasaaan berbagai kerajaan, seperti Medang (937-1017),
Kahuripan (1019-1049), Daha-Janggala (1080-1222), Singasari (1222-1292) dan
Majapahit (1293-1527). Dalam hal ini, PU Shendok (929-947) adalah tokoh paling
berjasa yang berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Jawa Timut.
Struktur pemerintahannya secara hirarkhis terdiri dari pmerintah pusat
(Kraton), Watek (Daerah). Struktur ini terus bertahan sampai abad XIII zaman
Singasari.
Pada
abad XIII terjadi perkembangan baru dalam strukur ketatanegaraan di Indonesia
di Jawa Timur, ditandai dengan munculnya sebuah struktur baru dalam
pemerintahan, yaitu Negara (Provinsi). Berdasarkan Prasasti Mulamalurung (1255)
dari masa Wisnu Wardhana yang juga bergelas Sminingrat menyatakan bahwa
struktur pemerintahan Singasari dari Pusat (Kraton), Negara (Provinsi), Watek
(Kabupaten) dan Wanua (Desa).
Pada
masa kerajaan Majapahit, susunan itu mendapatkan berbagai penyempurnaan,
terdiri dari bhumi (Pusat/Kraton), Negara (Provinsi/Bhatara),Watek/Wiyasa
(Kabupaten/Tumenggung), Lurah/Kuwu (Kademangan), Thani/Wanua (Desa/Petinggi)
dan paling bawah Kabuyutan (Dusun/Rama).
Anehnya
struktur kenegaraan Majapahit (1294-1527) justru berkembang secara ketat pada
masa Mataram (1582-1755), Wilayah Mataram dibagi secara konsentris terdiri dari
Kuthagara/Negara (Pusat/Kraton), Negaragung/Negaraagung (Provinsi Dalam),
Mancanegara (Provinsi Luar), Kabupaten dan Desa. Secara Estimologis, sebutan
Jawa Timur pada zaman Mataram Islam muncul dengan nama Bang Wetan, dengan
wilayah meliputi seluruh Pesisir Wetan dan Mancanegara Wetan (Pedalaman Jawa
Timur).
Selanjutnya
setelah Huru-hara Cina di Kartasura (1743), seluruh Wilayah Pesisir Utara Jawa
dan Seluruh Pulau Madura jatuh di tangan kompeni, sedang daerah Mataram tinggal
wilayah pedalaman jawa (Mancanegara Wetan-Mancanegara Kulon). Dengan berakhirnya
perang Diponegoro (1830), seluruh Jawa Timur (Bang Wetan) dapat dikuasai
Pemerintah Hindia Belanda. Dari tahun 1830-1928/1929, Belanda menjalankan
pemerintahan dengan hubungan langsung Pemerintah Pusat VOC di Batavia dengan
para Bupati yang berada di wilayah kekuasaanya.
Pemerintah
Hindia Belanda yang sejak awal abad XX menerapkan politik imperalisme modern
melakukan intensifikasi pemerintahan dengan membentuk Pemerintahan Provinsi
Jawa Timur (Provincient van Oost Java) pada tahun 1929, dengan struktur
pemerintahan, wilayah dan birokrasi tidak jauh berbeda seperti yang ada
sekarang. Pada masa pendudukan jepang (1942-1945) seperti daeah lain, Jawa
Timur diletakan dibawah pendudukan militer Jepang.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai menata kehidupan
kenegaraan. Berdasarkan pasa 18 Undang-undang Dasar 1945 pada tanggal 19
Agustus 1945 oleh PPKI dibentuklah Provinsi dan Penentuan para Gubernurnya.
Untuk pertama kalinya, R.M.T Soerjo yang kala itu menjabat Residen Bojonegoro
ditunjuk sebagai Gubernur Jawa Timur yang pertama. R.M.T Soerjo yang dilantik
tanggal 5 September 1945, sampai tanggal 11 Oktober 1945 harus menyelesaikan
tugas-tugasnya di Bojonegoro dan baru tanggal 12 Oktober 1945 diboyong ke
Surabaya, Ibu Kota Provinsi Jawa Timur. Atas pertimbangan perjalanan sejarah
inilah maka diterbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007
tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang menetapkan Tanggal 12 Oktober
sebagai hari Jadi Jawa Timur dan akan diperingati secara resmi setiap tahun,
baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur.
1.2 Tentang Jawa Timur
Provinsi
Jawa Timur secara geografis terletak di antara 11100 Bujur
Timur – 11404’ Bujur Timur dan 70 12’Lintang
Selatan – 8048”Lintang Selatan , dengan luas
wilayah sebesar 47.963 km2 yang meliputi dua bagian utama.
Yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Wilayah daratan Jawa Timur
sebesar 88,70 persen atau 42.541 km2, sementara luas Kepulauan Madura
memiliki luas 11.30 persen atau sebesar 5.422 km2. Jumlah penduduknya
pada tahun 2010 mencapai 37.476.757 jiwa . (Sumber : Database
BPS Tahun 2010 ).
Secara
administratif Jawa Timur terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota,
dengan Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi. Ini menjadikan Jawa
Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di
Indonesia. Jawa Timur terbagi dalam 4 Badan Koordinasi
Wilayah (Bakorwil ), sebagai berikut Bakorwil I Madiun meliputi Kota Madiun,
Kab. Madiun, Kab. Magetan, Kab. Ponorogo, Kab. Ngawi, Kab. Trenggalek, Kab.
Tulungagung, Kota Blitar, Kkab. Blitar, dan Kab. Nganjuk. Bakorwil II
Bojonegoro meliputi Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota Mojokerto, Kota Kediri,
kab. Kediri, Kab. Jombang, dan Kab. Lamongan. Bakorwil III Malang,
meliputi Kota Malang, Kab. Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan, Kab. Pasuruan,
Kota Probolinggo, kab. Probolinggo, kab. Lumajang, kab. Jember, Kab. Bondowoso,
Kab. Situbondo dan Kab. Banyuwangi. Bakorwil IV Pamekasan
meliputi, Kota Surabaya, Kab. Sidoarajo, kab. Gresik, kab. Bangkalan,
Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, dan kab Sumenep.
Struktur
Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur terdiri atas Sekretariat Daerah
dengan 11 Biro dan Sekretariat DPRD, 20 Dinas, Inspektorat, 1 Badan , 12
Lembaga Teknis Daerah , 4 Lembaga lain, dan 5 Rumah Sakit
Daerah. Jawa Timur mempunyai posisi yang strategis di bidang Industri
karena diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Tengah dan Bali, sehingga
menjadi pusat pertumbuhan industri maupun perdagangan.
Mayoritas
penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, etnisitas di Jawa
Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur
daratan. Umumnya Suku Jawa menganut agama Islam, sebagian menganut agama
Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha.
Jawa
Timur memiliki kesenian dan kebudayaan yang khas, Reog dan Ludruk merupakan
salah satu kesenian Jawa Timur yang sangat terkenal. Selain keseniannya yang
begitu mendunia, kebesaran Jawa Timur juga tercermin dari aneka ragam
budayanya. Antara lain karapan sapi, pacuan sapi yang hanya ada di
Madura, yang diilhami dari petani membajak sawah dengan sapi yang merupakan
kebiasaan masyarakat Madura.
Masyarakat
Jawa Timur memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal ini
terekspresikan pada pepatah “ JER BASUKI MAWA BEYA” , yang berarti
untuk mencapai suatu kebahagiaan diperlukan pengorbanan.
Gubernur
dan Wakil Gubernur Jawa Timur dipilih melalui pemungutan suara secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Gubernur Jawa Timur :
DR. H. SOEKARWO
Wakil Gubernur Jawa Timur : Drs. H.SYAIFULLAH YUSUF
Dilantik
pada tanggal 12 Pebruari 2014 oleh Menteri Dalam Negeri untuk masa
jabatan 2014 sampai dengan 2019.Gubernur dan Wakil Gubernur beralamat di
Jl Pahlawan 110 Surabaya.
BAB II
ISI
2.1 Sistem
Peralatan Hidup
A. Pakaian
Adat Jawa Timur
Secara
sekilas pakaian adat Jawa Timur mirip dengan pakaian adat Jawa Tengah. Hal ini
dikarenakan pengaruh kebudayaan dan adat Jawa Tengah sangat banyak.
Namun tetap berbeda, pakaian adat Jawa Tengah mengambarkan perilaku orang Jawa Tengah yang santun yang berbalut filisofi dalam kain batik.Sedangkan pada Pakaian adat Jawa Timur mencerminkan ketegasan dan kesederhanaan kebudayaan Jawa Timur.
Namun tetap berbeda, pakaian adat Jawa Tengah mengambarkan perilaku orang Jawa Tengah yang santun yang berbalut filisofi dalam kain batik.Sedangkan pada Pakaian adat Jawa Timur mencerminkan ketegasan dan kesederhanaan kebudayaan Jawa Timur.
Selain itu
yang membedakan pakain adat Jawa Timur dengan Jawa Tengah adalah penutup kepala
yang dipakai atau Odheng. Arloji rantai dan sebum dhungket atau tongkat.
Pakaian adat Jawa Timur biasa disebut dengan Mantenan. Karena biasanya dipakai pada saat acara perkawinan oleh masyarakat jawa Timur.
Pakaian adat Jawa Timur biasa disebut dengan Mantenan. Karena biasanya dipakai pada saat acara perkawinan oleh masyarakat jawa Timur.
Selain busana
Mantenan, pakaian khas Madura juga termasuk pakain adat Jawa Timur.Pakaian khas
Madura biasa disebut pesa’an. Pakaian ini terkesan sederhana karena hanya
berupa kaos bergaris merah putih dan celana longgar. Untuk wanita biasa
menggunakan kebaya.Ciri khas dari kebaya adalah penggunaan kutang polos dengan
warna cerah yang mencolok. Sehingga keindahan tubuh si pemakai akan terlihat
jelas.Hal ini merupakan nilai budaya Madura yang sangat menghargai keindahan
tubuh. Bukan sebagai sarana pornografi.Warna – warna yang mencolok dan kuat
yang dipakai dalam busana Madura mennjukan karakter orang Madura yang tidak pernah
ragu – ragu, berani, terbuka dan terus terang.Sedangkan untuk para bangsawan
menggunakan jas tutup polos dengan kain panjang. Lengkap dengan odeng yang
menunjukan derajat kebangsawanan seseorang.
B. Rumah Adat
Jawa Timur
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa
tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang
paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal
di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah
tinggal. Ada beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku
Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah
limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini
merupakan rumah yang dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo,
umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para
kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah
Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati
sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan
gedek atau anyaman dari bilik bambu, walaupun sekarang, seiring dengan
perkembangan zaman, banyak juga yang telah menggunakan dinding dari tembok.
Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga
yang menggunakan genting.
C.
Senjata Khas Jawa Timur
Bagi masyarakat Madura, Celurit tak
dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga saat ini. Senjata
tradisional ini memiliki bilahnya berbentuk melengkung bentuk bilah inilah yang
menjadi ciri khasnya. Celurit menjadi senjata khas suku Madura yang biasa
digunakan sebagai senjata carok.
Senjata ini melegenda sebagai senjata
yang biasa digunakan oleh tokoh bernama Sakera. Masyarakat Madura biasanya
memasukkan khodam, sejenis makhluk gaib yang menempati suatu benda, ke dalam
celurit dengan cara merapalkan doa-doa sebelum carok. Walaupun demikian, pada
dasarnya fungsi utama senjata ini merupakan salahsatu dari alat pertanian.
2.2 Sistem
Kekerabatan
Dalam system
kekerabatan Jawa keturunan dari Ibu dan Ayah dianggap sama hak nya, dan warisan
anak perempuan sama dengan warisan laki-laki tetapi, berbeda dengan banyak suku
bangsa yang lain, yang ada Indonesia. Misalnya, dengan suku-suku Batak di
Sumatra Utara, masyarakat jawa tidak mengenal system marga. Susunan kekerabatan
suku jawa berdasarkan pada keturunan kepada kedua belah pihak yang di sebut
Bilateral atau Parental yang menunjukan system penggolongan menurut
angkatan-angkatan.Walaupun hubungan kekerabatan di luar keluarga inti tidak
begitu ketat aturannya, namun bagi orang jawa hubungan dengan keluarga jauh
adalah tetap penting.
2.3 Sistem
Mata Pencaharian
A. Sistem
Mata Pencaharian Suku Jawa
Tidak ada
mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh masyarakat suku Jawa. pada
umumnya, orang-orang disana bekerja pada segala bidang, terutama administrasi
negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa. selain itu,
mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian
dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu yang paling
menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu,
baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa
cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional,
seperti padi, tebu, dan kapas.
Tetapi orang
Jawa juga terkenal tidak memiliki bakat yang menonjol dalam bidang industri dan
bisnis seperti halnya keturunan etnis tionghoa.
B.
Sistem Mata Pencarian Suku Tengger
Pada masa
kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di erati. Prinsip mereka
adalah tidak mau menjual tanah (erati) mereka pada orang lain. Macam hasil
pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah
makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger
yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang
digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan
kepada wisatawan.
2.4 Bahasa
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa dituturkan oleh
sebagian besar Suku Jawa. Dialek Bahasa Jawa timur dikenal dengan Bahasa Jawa Timuran, yang
dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter,
blak-blakan, dan seringkali mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa
Baku, sehingga bahasa ini terkesan kasar.
Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal cukup fanatik dan bangga dengan
bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek Bahasa
Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek Surabaya. Dibanding dengan
bahasa Jawa dialek Mataraman (Ngawi sampai Kediri), bahasa dialek malang
termasuk bahasa kasar dengan intonasi yang relatif tinggi. Sebagai contoh, kata
makan, jika dalam dialek Mataraman diucapkan dengan 'maem' atau 'dhahar', dalam
dialek Malangan diucapkan 'mangan'. Salah satu ciri khas yang membedakan antara
bahasa arek Surabaya dengan arek Malang adalah penggunaan bahasa terbalik yang
lazim dipakai oleh arek-arek Malang. Bahasa terbalik Malangan sering juga
disebut sebagai bahasa walikan atau osob kiwalan. Berdasarkan
penelitian Sugeng Pujileksono (2007), kosa kata (vocabulary) bahasa walikan
Malangan telah mencapai lebih dari 250 kata. Mulai dari kata benda, kata kerja,
kata sifat. Kata-kata tersebut lebih banyak diserap dari bahasa Jawa,
Indonesia, sebagian kecil diserap dari bahasa Arab, Cina dan Inggris. Beberapa
kata yang diucapkan terbalik, misalnya mobil diucapkan libom, dan polisi diucapkan silup. Produksi bahasa walikan
Malangan semakin berkembang pesat seiring dengan munculnya supporter
kesebelasan Arema (kini Arema Indonesia)yang sering disebut Aremania.
Bahasa-bahasa walikan banyak yang tercipta dari istilah-istilah di kalangan
supporter. Seperti retropus
elite atau supporter elit. Otruham untuk menyebut supporter dari wilayah
Muharto. Saat ini Bahasa Jawa merupakan salah satu mata pelajaran muatan lokal
yang diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat SD hingga SLTA.
Bahasa Madura dituturkan oleh Suku
Madura di Madura maupun di mana pun mereka tinggal. Bahasa Madura juga dikenal
tingkatan bahasa seperti halnya Bahasa Jawa, yaituenja-iya (bahasa kasar), engghi-enten (bahasa tengahan), dan engghi-bhunten (bahasa halus). Dialek Sumenep
dipandang sebagai dialek yang paling halus, sehingga dijadikan bahasa standar
yang diajarkan di sekolah. Di daerah Tapal Kuda, sebagian penduduk menuturkan
dalam dua bahasa: Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Kawasan kepulauan di sebelah
timur Pulau Madura menggunakan Bahasa Madura dengan dialek tersendiri, bahkan
dalam beberapa hal tidak dimengerti oleh penutur Bahasa Madura di Pulau Madura
(mutually unintellegible).
Suku Osing
di Banyuwangi menuturkan Bahasa Osing. Bahasa Tengger, bahasa
sehari-hari yang digunakan oleh Suku Tengger, dianggap lebih dekat dengan
Bahasa Jawa Kuna.
Penggunaan
bahasa daerah kini mulai dipromosikan kembali. Sejumlah stasiun televisi lokal
kembali menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada beberapa
acaranya, terutama berita dan talk show, misalnya JTV memiliki
program berita menggunakan Boso
Suroboyoan, Bahasa Madura, dan Bahasa Jawa Tengahan
2.5 Kesenian
Jawa Timur
memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu
kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung
yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang
menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat
jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya
dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini
kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan
Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Reog yang sempat diklaim
sebagai tarian dari Malaysia
merupakan kesenian khas
ponorogoyang telah dipatenkan sejak tahun 2001,reog kini juga
menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan
jaran kepang (kuda lumping) yang
disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang
kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah
Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer.
Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan, Angling Darma, dan Sarip Tambak-Oso.
Seni tari
tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa
Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura.
Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan
kelana.
Terdapat
pula kebudayaan semacam barong sai di Jawa Timur. Kesenian itu ada di dua
kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember. Singo Wulung adalah kebudayaan khas
Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan kadhuk. Kedua kesenian itu sudah
jarang ditemui.
2.6 Sistem Religi
Mayoritas suku Jawa
umumnya menganut agama Islam, sebagian
kecil lainnya menganut agama Kristen dan Katolik, dan ada
pula yang menganut Hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih
memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama
Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing
umumnya beragama Islam dan Hindu. Sedangkan mayoritas Suku Tengger menganut
agama Hindu.
Orang Tionghoa
umumnya menganut Konghucu, meski
ada pula sebagian yang menganut Buddha, Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid Cheng Ho di Surabaya dikelola
oleh orang Tionghoa dan memiliki arsitektur layaknya kelenteng.
Berikut rinciannya :
Agama Islam (96,36%), Protestan
(1,70%), Katolik (0,62%), Buddha
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Provinsi Jawa Timur merupakan salah
satu provinsi terbesar dan terbanyak jumlah penduduknya di Indonesia. Sebagian
besar penduduk Jawa Timur merupakan suku Jawa, namun di Jawa Timur juga
terdapat beberapa suku lain seperti suku osing, suku Tengger dan juga suku
Madura. Adanya beberapa suku yang menetap di Jawa Timur membuat provinsi ini
memiliki beragam kebudayaan yang berkembang. Keberagaman kebudayaan tersebut
terlihat dari adanya beberapa bahasa yang di gunakan masyarakat Jawa Timur
serta beragamnya kesenian khas Jawa Timur.
Masyarakat
Jawa Timur mayoritas beragama muslim dan sebagian lagi menganut agama Kristen,
Katoik, Hindu dan Buddha. Sementara itu system kekerabatan yang ada di
masyarakat Jawa Timur umumnya sama seperti system kekerabatan yang berlaku pada
suku Jawa. Masyarakat Jawa Timur dala hal mata pencaharian umumnya menekuni
segala bidang. Provinsi Jawa Timur memiliki senjata khas berupa cerulit, rumah
adat yang disebut rumah joglo serta pakaian adat Mantenan dan ada juga pakaian
khas Madura yaitu Pesa’an. Masyarakat Jawa Timur memiliki komitmen yang kuat
terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal ini terekspresikan pada pepatah “ JER
BASUKI MAWA BEYA” , yang berarti untuk mencapai suatu kebahagiaan diperlukan
pengorbanan.
3.2 Saran
Budaya daerah merupakan warisan para
leluhur yang harus kita jaga dan lestarikan bersama, jangan sampai kebudayaan
yang ada di Negara kita ini di akui oleh Negara lain bahakan hilang tergerus
oleh zaman.
Budaya
daerah merupakan bagian dari kepribadian masyarakat kita, maka dari itu kita
semua berkewajiban untuk terus melestarikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar